Sejarah MS Sinabang
Surat Keputusan Pembentukan Pengadilan
2. Keppres Nomor 11 Tahun 2003
DASAR HUKUM
- Berdasarkan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah di amandemen dikatakan bahwa “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan peradilan Agama, Lingkungan peradilan Militer dan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Dengan amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut khusus Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 telah membawa perubahan penting terhadap penyelenggaraan kekuasaan Kehakiman, sebagai respon terhadap penyesuaian tersebut lahirlah Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkmah Agung.
- Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
- Pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, disebutkan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud pada pasal 1 tersebut di atas, dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, Lingkungan Peradilan Militer, Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
- Menurut Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Pengadilan Agama (Mahkamah Syar’iyah) adalah suatu lembaga yang resmi, sejajar dan setara dengan badan peradilan lainnya yang ada di Negara Republik Indonesia.
- Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 dinyatakan bahwa organisasi, administrasi dan finansial Mahkmah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya berada dibawah kekuasaan Mahkamah Agung. Dengan demikian berdasarkan pasal tersebut lahirlah apa yang disebut dengan peradilan satu atap.
- Sementara itu dalam Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 disebutkan bahwa ketentuan mengenai organisasi, administrasi dan financial badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masing-masing lingkungan peradilan diatur dalam Undang-Undang sesuai dengan kekhususan Lingkungan peradilan masing-masing” sebagai realisasi dari pasal tersebut lahirlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Peradilan Umum sebagai penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2005 tentang peradilan Tata Usaha Negara sebagai penyempurnaan dari dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
AWAL PEMBENTUKAN
Pengadilan Agama (Mahkamah Syar’iyah) adalah suatu lembaga pelayanan publik dalam suatu penegakan hukum dan keadilan yang bertugas melaksanakan sebagian kekuasaan kehakiman untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan guna mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera serta memiliki kesadaran hukum yang tinggi.
Pembentukan Mahkamah Syar’iyah di Nanggroe Aceh Darussalam adalah berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Jo Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syari’at Islam.
Gedung Mahkamah Syar'iyah Sinabang pertama kali beralamat di Jln. Baru Desa Amiria Bahagia Sinabang dan gedung baru Mahkamah Syar'iyah Sinabang sejak tahun 2007 beralamat di Jalan Tgk. Diujung Desa Suak Buluh, Kecamatan Simeulue Timur.
Kondisi Geografis
- Letak astronomi gedung kantor : 2°26'34.2"N 96°22'32.4" E dan 2.442830, 96.375652.
Kondisi Demografis
Mayoritas penduduk Simeulue adalah suku Aceh, suku Melayu, suku Batak, dan suku Jawa. Bahasa yang digunakan oleh mayoritas masyarakat Kabupaten Simeulue, bahasa Tradisional Simeulue Asli yang menjadi bahasa ibu, Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa bisnis, sekolah, pemerintah, universitas, dan kantor.
Agama Islam adalah agama mayoritas masyarakat Kabupaten Simeulue dan rakyat Aceh umumnya. Hukum Syariat Islam menjadi aturan dasar dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Simeulue.